Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya serta kalimat-Nya yang diberikan-Nya kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan bersaksi bahwa surga adalah benar dan neraka adalah benar, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga bagaimana pun amalannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini memberikan pelajaran:
- Dua kalimat syahadat merupakan pokok ajaran agama. Oleh sebab itu ketika mengutus para sahabat untuk berdakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan agar mereka mendahulukan dakwah tauhid, yaitu dakwah kepada dua kalimat syahadat. Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu menceritakan; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku -untuk berdakwah-, maka beliau berpesan, “Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab, maka ajaklah mereka kepada syahadat la ilaha illallah dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah…” (HR. Bukhari dan Muslim). Di antara faedah hadits Mu’adz ini adalah: ajakan untuk bertauhid sebelum memerangi musuh. Hadits ini juga menunjukkan bahwa keislaman seseorang tidak diakui sampai dia mengucapkan dua kalimat syahadat -bagi yang mampu- (lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [2/48]). Catatan penting: Sebagian orang beranggapan bahwa mendahulukan dakwah tauhid itu khusus berlaku bagi orang kafir atau ahli kitab saja, adapun kepada orang Islam maka tidak harus demikian. Maka perlu kita ketahui bahwa dakwah tauhid ini tetap harus lebih diutamakan dan didahulukan meskipun yang didakwahi sudah mengucapkannya. Hal ini berdasarkan keterangan al-Khatthabi rahimahullah sebagaimana dinukil oleh an-Nawawi di dalam syarahnya bahwa, “Mereka -ahli kitab di saat itu- sudah mengucapkan la ilaha illallah.” (lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [2/56]). Ini menunjukkan bahwa dakwah tauhid tetap harus diutamakan dan didahulukan meskipun kepada masyarakat yang sudah mengucapkan la ilaha illallah. Maka sungguh aneh jika ada seorang da’i yang berpendapat demikian itu (tidak wajib mendahulukan dakwah tauhid kepada masyarakat)… Tidakkah dia melihat realita berbagai penyimpangan akidah di antara umat Islam di masa sekarang ini, seolah-olah dia sedang hidup di alam mimpi -dimana setiap orang yang mengucapkan syahadat secara otomatis sudah memahami dengan baik makna dan konsekuensinya- sehingga sedemikian ringannya dia mengucapkan kalimat itu. Dia menganggapnya remeh padahal di sisi Allah itu adalah besar! Tidakkah dia ingat perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, “Perlu dimengerti bahwa ucapan orang yang bodoh, ‘tauhid sudah kami pahami’, sesungguhnya ini merupakan kebodohan yang paling besar dan tipu daya syaitan.” (lihat Syarh Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Syaikh Sholih alu Syaikh, hal. 9). Lihatlah realita pahit ini, wahai para da’i!
- Dua kalimat syahadat tidak sah kecuali berasal dari orang yang mengerti maknanya dan melakukan konsekuensinya. Makna la ilaha illallah adalah meyakini dan menyatakan bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, konsekuen dengannya dan mengamalkannya (at-Tauhid li Shaffil Awwal al-‘Ali, hal. 45)
- Allah ta’ala memadukan pada diri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam antara kedudukan hamba dengan kedudukan sebagai pengemban risalah, maka ini merupakan bantahan bagi orang-orang yang melampaui batas dan yang menyepelekan
- Penetapan bahwa Isa adalah hamba (bukan sesembahan) dan penetapan bahwa beliau adalah rasul, maka hal ini merupakan bantahan bagi orang-orang Nasrani yang menyangka bahwa beliau adalah anak Allah
- Penetapan bahwa Allah ta’ala berbicara
- Isa diciptakan dari rahim Maryam dengan perantara kalimat kun (jadilah) tanpa ada bapak, dan ini merupakan bantahan bagi orang-orang Yahudi yang menuduh Maryam berzina. an-Nawawi rahimahullah berkata, “Isa ‘alaihis salam disebut sebagai kalimat karena dia menjadi ada hanya karena kalimat kun (jadilah) tanpa ada ayah, berbeda dengan anak keturunan Adam yang lain.” (Syarh Muslim li an-Nawawi [2/71])
- Penetapan adanya hari kebangkitan
- Penetapan adanya surga dan neraka
- Orang-orang yang bermaksiat di antara golongan orang yang bertauhid maka tidak akan kekal di dalam neraka. an-Nawawi rahimahullah berkata, “Maka tidak ada seorang pun yang meninggal di atas tauhid dihukum kekal di dalam neraka, meskipun dia melakukan kemaksiatan seperti apapun juga, sebagaimana pula tidak akan pernah masuk surga orang yang mati di atas kekafiran meskipun dulunya dia banyak melakukan berbagai amal kebaikan.” (Syarh Muslim li an-Nawawi [2/74]) (dipetik dari al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al-Qor’awi, hal. 37 dengan tambahan dari sumber-sumber lainnya)